Minggu, 21 Juli 2013

Es cream

Andi, 68 tahun, membersihkan meja demi meja di sebuah kedai es cream modern yang di lengkapi fasilitas wi-fi, di antara semua karyawan di kedai es cream ini, dia adalah pekerja tertua.
Semangatnya masih terlihat tinggi di usianya yang senja, sebenarnya tanpa bekerjapun, jaminan hari tuanya sudah lebih dari cukup, beberapa rumah kontrakkan yang dimilikinya sudah sangat cukup untuk membiayai kebutuhan hariannya, ditambah beberapa petak sawah yang selalu panen dengan hasil yang memuaskan, tapi Andi terbiasa bekerja dari usia muda.
Selama nafasnya masih berhembus dia bertekad untuk tetap melakukan sesuatu yang berarti dan membuatnya bahagia. Bekerja.

Manager kedai es cream ini semula menolak mempekerjakan kakek-kakek seperti dirinya, tapi Andi tak kehilangan akal, dia membeli setengah saham dari usaha kedai es cream ini, dan tak ada yang bisa menolaknya. Tentu saja tak ada rekan kerjanya yang tahu termasuk manager, Andi si pekerja tertua di kedai es cream ini adalah  pemilik separuh dari kedai es cream yang selalu ramai ini.

Andi tertarik dengan es cream bukan karena dia termasuk penggemar berat es cream, tapi seseorang di masa lalunya sangat menyukai es cream, mencoba memahami filosofi es, di pakai ataupun tidak, es itu tetap mencair, dan Andi sangat berharap suatu hari nanti, dia bisa bertemu dengan orang di masa lalunya. Orang yang di cintai tapi tak termiliki, karena menikah dengan jodoh pilihan orang tuanya, dan menurut kabar yang didengarnya, suami orang itu telah berpulang 5 tahun yang lalu tanpa ada seorang anakpun dari pernikahan terpaksanya itu.
Aku ingin menikmati hari-hariku yang hilang, ujarnya membatin. Andi tahu pasti, seseorang di masa lalunya itu telah sendiri, sama seperti dirinya saat ini.
Seperti apa pertemuan kami nanti, apakah dia mengingatku? bisakah kami kembali seperti dulu?.
Mengingat kemungkinan itu semangatnya selalu tumbuh.

Hingga di suatu hari, di hari ke 275 dirinya berada di sini sebagai  pekerja sekaligus pemilik kedai es cream, saat yang di nantinya itupun tiba.
Dari mobil sedan berkaca gelap itu, turun seorang nenek tua yang masih terlihat manis dan anggun dengan pesona yang masih memancar kuat. Orang yang sangat di nantinya.
Di dadanya, seakan ada gemuruh, perasaannya mendadak tujuh belas, ada rasa bak magnet dengan dua kutub, satu; ingin segera mendekat dan menyapa nenek tua itu dengan nama khusus yang pernah di berinya dulu, lalu menawarkan list menu andalan kedai es creamnya, sementara satunya lagi; dia ingin bersembunyi.
Sembunyi dari tatapan yang membuat hatinya cenat cenut dan luluh, tatapan yang memukau seperti puluhan tahun lalu. Ahh..

"Pak Andi, tolong ke meja 20 ya.." suara manager itu menghapus inginnya yang terakhir.

***
#tulisan ini latihan untuk MFF




 

Selasa, 09 Juli 2013

Prompt #20 Sam

Cafe dekat trotoar jalan di depan toko baju itu terlihat ramai. makanan di cafe itu terkenal dengan harga miring tapi bercita rasa tinggi, dilengkapi fasilitas wi-fi yang canggih.

Sam duduk di salah satu kursi bermeja bundar di cafe itu, setelah memesan secangkir kopi, sepiring kentang goreng favoritnya dengan sambal setan yang super pedas dan langsung disantapnya. Pandangannya lurus menatap etalase kaca toko baju itu, baju-baju yang di pajang di etalase toko itu menarik untuk dilihat, padu padan warnanya serasi menurut Sam, Sam tersenyum puas.

Sam meminum kopinya secara perlahan,"Semoga ada dan cepat, ini sudah hari kesepuluh" ujarnya pelan pada dirinya sendiri, tak ada yang mendengar ucapannya barusan, semua orang yang berada di cafe itu sibuk dengan  kegiatan masing-masing.
Sam membuat coretan pada lembaran kosong yang ada di hadapannya. Sesekali matanya tetap melihat kearah kaca di etalase toko itu.
Tangannya terlihat sangat terampil memainkan pensil,"Besok, mereka harus membuatnya sama persis" bisiknya lagi pada diri sendiri.

Beberapa waktu berselang, dua orang perempuan berdiri tepat di depan toko itu, terlihat keduanya sedang berbincang sambil menunjuk ke arah baju-baju yang berada di dalam kaca. Mereka masuk ke dalam toko itu dan tak lama kemudian baju-baju yang ada di etalase kaca itu langsung berkurang. Sam tersenyum dari tempatnya duduk,"Akhirnya terjual juga" bisiknya kembali pada diri sendiri, Sam menarik nafas lega lalu berdiri cepat, sambil melirik cangkir kopinya yang tinggal setengah dari siang tadi. Setelah jeda yang begitu lama, lelaki itu menghabiskan isi gelasnya dengan sekali tegukan.
Nama toko baju itu, Sam butik. 

***

#End
setoran prompt buat MFF