Selasa, 30 April 2013

65

Kopdar! bagaimana mungkin?.. mereka, teman-temanku tidak kenal aku secara langsung, apa yang akan mereka pikirkan tentang aku nanti, ahh..berteman dengan cara seperti ini saja tanpa bertatap muka secara langsung, kan sudah bagus menurutku.
Teman-teman satu kelompok menggambarku, berniat mengadakan kopdar, katanya sih biar lebih akrab, tapi menurutku buang-buang waktu, tenaga dan uang. "Mas datang ya, yang lain sudah bersedia datang tuh, jangan sampai gak datang lho" sms dari Elo 14 tahun, pelajar SMP. Hanya dia dan Reno teman satu kelompok menggambar yang tau nomor hapeku, meskipun hanya melalui sms kami sering bertukar kabar.

Aku berada dalam situasi bimbang, antara ingin pergi dan tidak, kalau tidak pergi nanti di bilang sombong, gak mau bersilaturrahmi, gak kompak, gak gaul dan bla bla bla, sederet ungkapan yang memiliki kesimpulan, aku tuh orangnya gak asik.
Tapi kalau aku pergi, pasti akan menimbulkan kehebohan tersendiri.
Aku bergegas menyelesaikan lukisanku, coretan di kanvas itu mulai ku warnai, besok aku akan mengirimnya via Pos, seperti tugas-tugas sebelumnya dari kelompok menggambar yang kuikuti. 

Hpku berbunyi, ada sms masuk,"Mas, besok kopdarnya jadi lho, akhirnya kita bisa bertemu muka ya, jadi datang kan?" dari Reno 15 tahun, pelajar SMA.

Esoknya...
Aku telah siap dengan seragam kelompok menggambar itu, menepis bimbang di hati sambil berdiri menatap cermin, ahh..apa yang akan mereka katakan ketika melihatku untuk pertama kali.
Aku 65 tahun, residivis yang belum bertaubat, pernah ikut merampok di kedua rumah temanku itu, dan saat ini sedang mencari target baru.


#End


 


Jumat, 26 April 2013

Cewek cupu

Kaca mataku minus satu, styleku bukan gaya terbaru, aku cewek cupu kata teman-temanku, ahh..aku tak peduli dengan julukan itu, yang penting buatku isi otak nomor satu. Kupu-kupu binatang favoritku, jadilah aku cewek cupu yang suka kupu-kupu, hobbyku baca buku bertambahlah julukanku si kutu buku.
Aku sedang membaca buku ketika seseorang menghampiriku,"Lia..entar malam kemana?" Har bertanya padaku.
"Ngak kemana-mana, emang kenapa?" tanyaku heran, tidak seperti biasanya cowok sekaliber dia mau tau urusanku.
"Kan malam minggu, kalau gitu boleh dong, aku ke rumahmu?" Har memandangku sok mesra.
"Mau ngapain?" tanyaku lugu.
"Ngapellah" katanya tanpa ragu.
Aku melihatnya dan dia melihatku, sepertinya ada yang salah dengan dirinya hari ini.
"Bolehkan?" tanyanya lagi sambil tersenyum, kata teman-temanku senyum Har menawan, tapi menurutku biasa saja, mungkin karena kaca mata minusku.
"Tentu kalau itu maumu" kataku acuh, lalu melanjutkan membaca buku.

                    ***

Har berjalan cepat, targetnya untuk mendekati cewek kutu buku itu tak di sangkanya berjalan mulus, semulus jalan raya yang baru di aspal, hatinya senang dan berniat membagi cerita dengan teman-temannya, keberhasilan yang ingin dirayakannya. Dengan mendekati cewek itu, Har yakin semua tugas sekolahnya akan ada yang mengerjakan, Har tersenyum sendiri menghitung angan.

                   ***

Lia menutup buku yang telah selesai dibacanya dan beranjak dari tempat duduknya, teringat olehnya pembicaraan Har tadi, lalu tersenyum geli, pasti tuh orang ada maunya. Kalau Har datang nanti, semoga Har mengerti, aku memang gak kemana-mana, tapi teman-temanku akan datang kerumahku, karena kami mau berdiskusi tentang rencana untuk esok hari, di minggu pagi.
aku cewek cupu yang suka kupu-kupu dan kutu buku, tidak mudah dirayu sama cowok seperti itu.

#End

Senin, 22 April 2013

Prompt # 10 Shioban dan kereta kuda | Penyihir baru

Shioban melangkah terburu-buru, aku telat nih pasti, tangannya sibuk mencari sesuatu di tas selempangnya, aduh..mana nih, tadi disini, dia menumpahkan semua isi tasnya di trotoar jalan yang penuh dengan dedaunan yang berguguran, tapi yang di cari tetap saja tak ditemukan.

Semoga tidak akan menjadi masalah, Shioban melirik jin penjaga kereta kuda, yang diingatnya dia harus naik kereta kuda bernomor 10. Shioban mendekat,"Antarkan aku ke istana Bunga" katanya dengan suara pelan. Jin penjaga menatapnya tanpa kedip,"Kereta kuda hanya untuk para ratu dan penyihir."

"Aku penyihir!" Shioban berusaha meyakinkan jin penjaga.
"Mana undangannya?" tanya jin penjaga.
"Tertinggal di sekolah"
"Tidak ada undangan, tidak ada kereta kuda! karena kereta kuda hanya untuk para ratu dan penyihir!" suara jin penjaga mulai tak ramah.
"Memangnya apa yang akan kamu lakukan jika aku menginginkannya?" kata Shioban sambil mendelik ke arah jin penjaga.
"Kamu tetap tidak boleh naik kereta kuda dan tidak bisa menghadiri pesta," jin penjaga mengubah tubuhnya lima kali lebih besar dari sebelumnya. Shioban terkejut, kaget dan takut. Entah karena merasa terancam, tiba-tiba kepalanya mengeluarkan sinar, lalu Shioban membungkuk, tangannya meraih sehelai daun, dan mengucap sebuah matra. Tralala trilili trululu.

Daun itu berubah menjadi sebuah undangan di mata jin penjaga.
"Kenapa gak dari tadi, dasar penyihir baru! ayo naik".
Shioban tersenyum kecil, bisa baca gak nih si jin, koran kok di bilang undangan.

                    ***


Kamis, 18 April 2013

Hantu baru

Kamis malam, angin sedikit kencang, bulan tertutup awan, gerimispun menyapa ringan. Jalan setapak di samping tempat tinggal baruku terlihat sepi, para tetanggaku sudah pergi dari tadi, tinggal aku sendiri, aku sedikit gelisah, ada tugas yang harus ku jalani untuk membuktikan diri, aku ini pemberani dan ditakuti, persiapan sudah dari tadi, tinggal menunggu jam berdetang dua belas kali, waktunya pun tiba, jam itu berbunyi dua belas kali, pas, terlihat seorang pemuda bersarung memegang tasbih, mungkin dia baru selesai mengaji, pemuda itu makin dekat dengan tempatku berdiri, sudah saatnya aku unjuk gigi,"Hai" sapaku dengan pede tinggi, pemuda itu hanya melihat sekilas,"Pulang sana, gak baik perempuan keluyuran malam-malam" katanya tajam dan aku terabaikan.

Aku mengubah caraku berdiri, sabar..pasti bakal ada yang lewat lagi, inikan jalan pintas yang paling dekat menuju kampung, mataku bersinar, terlihat olehku seorang wanita cantik berbaju putih, dengan semangat dia kudekati,"Hai.." sapaku, berusaha mengakrabkan diri.

Wanita itu melihatku dari atas kepala hingga ujung kaki,"Hantu baru ya? ramah amat, kalau nyapa tu begini, hihihihiihihhiihhh.."suaranya melengking ngeri. "Sana!! belajar lagi".


***
#End
tulisan ini latihan untuk MFF

Sketsa wajah

Wanita itu tersenyum, gaun merahnya melambai tertiup angin, memperlihatkan kakinya yang mulus dan putih, Didi mendekat lalu mendekapnya erat, melumat bibirnya dengan hasrat rindu yang dalam, tanpa memperdulikan waktu dan tempat.
"Kenapa lama sekali sayang?" tatapan Didi penuh selidik, cemburu.
"Ini juga sudah cepat sayang" suara wanita itu mendesah manja, pemuda tampan di depannya miliknya, hanya miliknya, walaupun gosip malam beredar kencang  pemuda tampan ini milik seseorang selain dirinya.
Wanita itu memandang lelaki tampan yang masih tertidur pulas dan tampak kelelahan karena rindu membara yang baru saja mereka tuntaskan,  tangannya mengelus wajah pemuda itu, wajahmu masih sama seperti dulu, padahal sudah lima puluh tahun berlalu, kau kembali untukku kan?..wanita itu lalu menghilang seiring azan subuh berkumandang.

                    ***

Didi membuka matanya, cahaya matahari membuatnya terbangun, telat lagi, gara-gara mimpi itu..ini sudah yang ke tiga kalinya, siapa wanita itu? kenapa aku merasa sangat kenal dan menyukainya. Didi bergegas, aku harus memeriksa lahan, semoga kali ini lahan itu cocok untuk menanam kopi, biar aku bisa segera pulang, Didi menghela nafas, baru empat hari di sini tapi rasa rindu pada Dewi istrinya sudah menumpuk dan seakan memanggilnya untuk segera pulang ke tempat asal, tapi kalau malam tiba rasa itu malah hilang.

                   ***

Setelah urusan kerjaan selesai, Didi dan anggota timnya berniat mengambil foto, pilihan mereka jatuh pada rumah kayu di atas bukit, pemandangan di atas bukit itu pasti indah, dengan ditemani pak Ju penduduk lokal, rombongan kecil itu mulai mendaki.
"Rumah siapa itu pak?" Didi bertanya dengan penasaran.
"Itu rumahnya eyang Putri saya pak Didi"
"Gak ditempati?"
"Kosong pak sejak eyang meninggal, tapi seminggu sekali pasti saya bersihin"

Rumah kayu ini benar-benar nyaman,  Didi merasa sangat senang, tiba-tiba matanya menatap lukisan sketsa wajah di dinding ruang depan, wanita ini sepertinya aku kenal,"Itu sketsa wajah eyang saya pak, yang ngelukis pacarnya eyang, waktu mereka masih muda-muda dulu, tapi gak jodoh kali pak, eyang saya yang satu ini hingga meninggal tidak menikah, katanya sih masih menunggu pacarnya yang mengadu nasib di kota".
"Siapa nama pacarnya?"
"Pandi S, katanya sih, pelukis terkenal itu"
Didi terkejut dalam diam, itukan nama Opa, dan wanita itu, adalah wanita yang selalu hadir dalam mimpinya.

***
Latihan FF




# Jalan Matahari

Alunan lagu itu menghantarkan diriku di masa lalu, mengingatmu hingga kini, seperti Matahari yang belum berhenti menyinari Bumi. Jalan Matahari itu seperti janjiku, selalu ada disaat  kamu butuh, tanpa sedikitpun mengeluh, tanpa memikirkan diriku, tapi semua caraku tetap membuatmu berlalu. Usaha yang sia-sia dan tak patut ditiru.
Saat ini, aku hanya bisa melihat fotomu, aneh, hanya dengan melihat fotomu semangatku bisa tumbuh, jarak mengambil kendali atas diriku, menyedihkan, kenyataan yang hingga kini tak bisa ku lawan, rasa sukaku yang tak pernah ku ungkapkan menghempasku kedasar ragu yang terdalam  dan aku hanya bisa diam.

"Sudahlah, tak ada gunanya memikirkan orang yang tidak pernah memikirkan kita, masih banyak di luar sana yang menyukaimu dengan tulus " Puji memberi saran. Aku hanya diam. Tidak mudah untuk melupakan, meski ada pengisi hati yang datang sekali lalu pergi, semua karena salahku, selalu membandingkannya dengan dirimu. "Kamu bukan suka padanya tapi obsesi, bedakan!" Terkadang Puji berkomentar tajam.

Takdir mempertemukan kita dalam situasi yang rumit, tangisan Puji sahabatku itu belum menyurutkan langkahku untuk kembali, ada yang ingin kulakukan sebelumnya. kondisi komaku karena kecelakaan mempertemukan kita, tangan kekarmu yang sangat dingin itu mengenggam tanganku yang perlahan mulai membeku,"Aku menyukaimu dari dulu, ikutlah denganku".
Aku tersenyum senang, akhirnya kamu mengungkapkan rasamu, hanya kata-kata itu yang sangat ingin ku dengar,"Aku menyukaimu dari dulu, tapi Matahariku masih menunggu, maukah kamu bersabar hingga dia tenggelam?"
Tanganmu bertambah dingin, lalu perlahan melepaskan genggamanmu dan terdengar suara seseorang yang belum ku kenal,"Masa kritisnya sudah lewat".

                    ***

"Maafkan aku tidak memberitahumu, dia telah meninggal 6 bulan yang lalu" Puji memelukku, sahabatku ini ternyata menyimpan rahasia sama sepertiku, yang sedang menunggu Matahari tenggelam.

                    ***

Senin, 08 April 2013

Prompt # 9 > Parfum | Saksi Bisu

Jemari Yuda terkepal, ada emosi yang ditahannya, situasi yang tidak memungkinkan untuk memuntahkan amarahnya, hanya tanya yang keluar dari bibirnya,"Kenapa dia bisa jatuh? bukankah sudah ku bilang, jangan terlalu tinggi mendaki, dia masih pemula, medan ini terlalu berat untuknya."

Dari kemarin Yuda hanya duduk diam di sisi saudara kembarnya yang tergeletak tak berdaya, untung nyawanya masih bisa di selamatkan, hanya kedua kakinya yang patah, Yudi, kau tidak harus sepertiku, cukup aku saja yang suka naik turun gunung. Yuda menyesali dirinya yang memberi izin pada Yudi untuk menggantikannya,"untuk sekali ini saja Yud, tidak perlu ada yang tau, hanya kita, jangan kuatir si Bayu gak ikut kok".

"Yud, keluar sebentar, kau harus melihat ini " Han menunjukkan sesuatu, sebuah topi yang sangat dikenalnya, "Milik Yudi" kata Yuda, Han mengangguk,"Kau kenal dengan bau ini?" Han menyodorkan topi itu, Yuda menciumnya, wangi yang khas, "Si anak Mami? ".
"Dia mengira Yudi itu kamu Yud, awalnya dia tidak ikut tapi entah kenapa tiba-tiba dia ikut, mungkin dia masih kesal karena kalah darimu"
"Aku akan membuat perhitungan dengannya" Yuda menarik nafas panjang, selalu saja ada masalah antara dia dan si anak Mami semenjak dia terpilih jadi ketua Osis.
"Jangan, kita tidak punya bukti"
"Tolong carikan parfum seperti yang di pakainya" Han mengangguk.

                    ***

Mata Bayu terbelalak, "Kamu, kamu..kan " Ucapannya terbata-bata, dia melihat Yuda berdiri dengan kedua kakinya yang sempurna, padahal kemarin dia sudah memastikan Yuda tak berdaya.
"Kamu salah orang Bay, dia kembaranku!"
"Siapa yang memberitahumu?"
Yuda melembar botol parfum itu, Bayu teringat yang dilakukannya terakhir, memunguti ranselnya dan menutup botol parfumnya yang nyaris tumpah lalu melempar topi itu kepemiliknya yang tak berdaya.

                   ***

Minggu, 07 April 2013

# Motor

Dwi masih sibuk dengan beberapa email masuk yang harus segera dibalasnya, malam mendekati fajar, tapi Dwi kerja seakan tak mengenal waktu jeda, kerja di jam selarut ini tanpa teman tak membuatnya surut langkah , Dwi sangat menyukai jam kerjanya, di malam yang sunyi, di saat banyak orang sibuk dengan mimpi yang berbeda.
Dwi  memandang foto di atas meja kerjanya, senyumnya merekah, apa kabarmu Cinta? sedang apa kamu saat ini? tangannya mengusap foto itu dengan sayang.

Azan Subuh berkumandang, Dwi membereskan meja kerjanya, dan seperti biasa foto tanpa  bingkai itu di masukannya kedalam tasnya, dan sudah seminggu ini selalu di bawanya kemanapun dia pergi tanpa pernah memperlihatkan foto itu dengan siapapun.

Dwi memacu motornya dengan kecepatan tinggi, tak sabar ingin segera tiba di rumah dan bertemu dengan bantal dan kasur yang empuk, teman baruku ini tak sama cepatnya denganmu Cinta, mungkin karena genre yang berbeda, semoga kita bisa bertemu hari ini, sudah berapa lama kita berpisah, seminggu itu waktu yang sangat lama untukku, aku tak akan menggantimu dan kamu  jangan menggantiku dengan teman baru ya. Dwi memacu motornya dengan kecepatan lebih tinggi lagi, hingga harus rela berhenti di simpang lampu merah, meski pagi dan Polisi belum berdiri, Dwi mematuhi merah harus berhenti.
Dwi mengangkat hpnya yang berbunyi, "hallo mas Dwi, motormu sudah selesai nih, kapan mau diambil? ".

Dwi memandang Cinta-nya, berubah setelah beberapa bagiannya di ganti, senyumnya kembali merekah. Di sudut parkiran, motor baru yang dinaikinya tadi bergumam," ya ampun kirain Herley..ternyata Vespa! ".

                    ***

Selasa, 02 April 2013

# Penerus

Tanaman itu bergoyang tertiup angin, ku hela napas dengan nada puas, hari ini aku telah melakukan sekali lagi misi penyelamatan Bumi, tanpa harus mengeluarkan suara dengan lantang, di tambah demo sana sini dan menyalahkan orang lain seakan bersih diri.
Tubuhku berpeluh, masih mungkinkah aku melihat hasil kerjaku hari ini, hanya dengan membayangkan masa itu lelahku terganti.

Aku melihat ke arah cucuku yang selalu setia mendampingiku, padanya aku menaruh harapan besar, menebus rasa bersalahku pada Bumi, karena sebelumnya telah alpa menyeret papanya dalam kegiatan ini.
"Opa..istirahat dulu " sarannya yang langsung ku ikuti, faktor usia ini membuat gerakku sedikit tertatih, berbeda jauh ketika dulu, aku masih menjadi anggota penggiat alam. Masih? sampai kapanpun aku tetap menjadi anggota penggiat alam, itu pasti, hingga napasku terhenti.

"Lahan yang akan kita tanami masih terlalu luas Opa, bolehkah Ei mengajak beberapa teman? " pinta Ei cucuku.
Aku mengangguk setuju, ternyata masih banyak anak muda yang peduli dengan Bumi, ada rasa lega yang mengalir dalam hatiku, penerusku bukan hanya Ei cucuku.

                    ***

"Ei, kamu tidak akan kaya, kalau memilih pekerjaan seperti itu " Andi terlihat kesal, anak tunggalnya itu dengan tegas menolak mentah-mentah rencananya, menjadikan Ei sebagai direktur di sebuah perusahaan yang baru didirikannya.
"Kaya itu bukan hanya harta papa, dan tolong, jangan usik lahan yang telah ku tanam bersama almarhum Opa " Ei pun berlalu, sesak terasa di dadanya karena Sang Opa telah pergi tanpa sempat melihat dan memanen hasil tanaman mereka, sayuran itu tumbuh subur, dan tiba-tiba Ei merasa kaya, ada kepuasan bathin yang dirasanya.
Jadi petani, pilihan hidup yang saat ini di jalaninya, pilihan yang indah.

                    ***
#and