Minggu, 31 Maret 2013

# Tanpa judul 2


Lelahnya nyaris tak terlihat, padahal butiran keringat yang banyak itu membasahi baju yang di kenakannya, hampir tajam nih, dikit lagi. Kalau saja batu asah itu bisa bicara, protesnya pasti terdengar hingga ke rumah sebelah.
"Belum tajam ya Gus? " tanya Zal mulai kurang sabar, dia sudah menyelesaikan tugasnya dan hanya menunggu Agus menyelesaikan pekerjaannya.
"Belum,ada pisau yang lain gak? "
"Gak ada "
"Ini juga bisa, makan waktu dikit " Agus menebas pohon pisang di sampingnya, sekali tebas pohon itu langsung terbagi,  mata Zal melotot ngeri, mendadak ada rasa ngilu di ulu hati, waduh..segitunya. Agus memasang senyum, usahanya tidak sia-sia, pisau yang semula berkarat itu akhirnya kembali ke kodratnya, tajam dan siap menebas sang calon korban.
"Sekarang ya ? " tanya Zal, dia tidak suka melihat Agus berlama-lama dengan tugasnya mengasah pisau, takut terjadi insiden tambahan yang tidak perlu.

"Aduhh.." suara Agus membuat Zal bergidik ngeri, apa kataku, akhirnya kena kan tangannya. Tetesan darah itu, membasahi pohon pisang yang tadi di tebasnya, Zal memalingkan wajah, dia tidak suka melihat darah itu.

                    ***

"Jadi gimana nih, siapa nanti yang memegang pisau itu? "Zal bertanya ingin tau, yang pasti bukan aku, mana tega aku melihat matanya, tapi kalau wujud aslinya sudah berubah tidak akan ada masalah.
" Tenang, ada Maman, dia juga sudah biasa, bagianmu? "
" Beres, setelah Maman selesaikan, serahkan padaku "
" Ayo, keluarkan ayammu dari kandang..."

                   ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar