Kamis, 18 April 2013

# Jalan Matahari

Alunan lagu itu menghantarkan diriku di masa lalu, mengingatmu hingga kini, seperti Matahari yang belum berhenti menyinari Bumi. Jalan Matahari itu seperti janjiku, selalu ada disaat  kamu butuh, tanpa sedikitpun mengeluh, tanpa memikirkan diriku, tapi semua caraku tetap membuatmu berlalu. Usaha yang sia-sia dan tak patut ditiru.
Saat ini, aku hanya bisa melihat fotomu, aneh, hanya dengan melihat fotomu semangatku bisa tumbuh, jarak mengambil kendali atas diriku, menyedihkan, kenyataan yang hingga kini tak bisa ku lawan, rasa sukaku yang tak pernah ku ungkapkan menghempasku kedasar ragu yang terdalam  dan aku hanya bisa diam.

"Sudahlah, tak ada gunanya memikirkan orang yang tidak pernah memikirkan kita, masih banyak di luar sana yang menyukaimu dengan tulus " Puji memberi saran. Aku hanya diam. Tidak mudah untuk melupakan, meski ada pengisi hati yang datang sekali lalu pergi, semua karena salahku, selalu membandingkannya dengan dirimu. "Kamu bukan suka padanya tapi obsesi, bedakan!" Terkadang Puji berkomentar tajam.

Takdir mempertemukan kita dalam situasi yang rumit, tangisan Puji sahabatku itu belum menyurutkan langkahku untuk kembali, ada yang ingin kulakukan sebelumnya. kondisi komaku karena kecelakaan mempertemukan kita, tangan kekarmu yang sangat dingin itu mengenggam tanganku yang perlahan mulai membeku,"Aku menyukaimu dari dulu, ikutlah denganku".
Aku tersenyum senang, akhirnya kamu mengungkapkan rasamu, hanya kata-kata itu yang sangat ingin ku dengar,"Aku menyukaimu dari dulu, tapi Matahariku masih menunggu, maukah kamu bersabar hingga dia tenggelam?"
Tanganmu bertambah dingin, lalu perlahan melepaskan genggamanmu dan terdengar suara seseorang yang belum ku kenal,"Masa kritisnya sudah lewat".

                    ***

"Maafkan aku tidak memberitahumu, dia telah meninggal 6 bulan yang lalu" Puji memelukku, sahabatku ini ternyata menyimpan rahasia sama sepertiku, yang sedang menunggu Matahari tenggelam.

                    ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar