Selasa, 02 April 2013

# Penerus

Tanaman itu bergoyang tertiup angin, ku hela napas dengan nada puas, hari ini aku telah melakukan sekali lagi misi penyelamatan Bumi, tanpa harus mengeluarkan suara dengan lantang, di tambah demo sana sini dan menyalahkan orang lain seakan bersih diri.
Tubuhku berpeluh, masih mungkinkah aku melihat hasil kerjaku hari ini, hanya dengan membayangkan masa itu lelahku terganti.

Aku melihat ke arah cucuku yang selalu setia mendampingiku, padanya aku menaruh harapan besar, menebus rasa bersalahku pada Bumi, karena sebelumnya telah alpa menyeret papanya dalam kegiatan ini.
"Opa..istirahat dulu " sarannya yang langsung ku ikuti, faktor usia ini membuat gerakku sedikit tertatih, berbeda jauh ketika dulu, aku masih menjadi anggota penggiat alam. Masih? sampai kapanpun aku tetap menjadi anggota penggiat alam, itu pasti, hingga napasku terhenti.

"Lahan yang akan kita tanami masih terlalu luas Opa, bolehkah Ei mengajak beberapa teman? " pinta Ei cucuku.
Aku mengangguk setuju, ternyata masih banyak anak muda yang peduli dengan Bumi, ada rasa lega yang mengalir dalam hatiku, penerusku bukan hanya Ei cucuku.

                    ***

"Ei, kamu tidak akan kaya, kalau memilih pekerjaan seperti itu " Andi terlihat kesal, anak tunggalnya itu dengan tegas menolak mentah-mentah rencananya, menjadikan Ei sebagai direktur di sebuah perusahaan yang baru didirikannya.
"Kaya itu bukan hanya harta papa, dan tolong, jangan usik lahan yang telah ku tanam bersama almarhum Opa " Ei pun berlalu, sesak terasa di dadanya karena Sang Opa telah pergi tanpa sempat melihat dan memanen hasil tanaman mereka, sayuran itu tumbuh subur, dan tiba-tiba Ei merasa kaya, ada kepuasan bathin yang dirasanya.
Jadi petani, pilihan hidup yang saat ini di jalaninya, pilihan yang indah.

                    ***
#and




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar